Tuan
Tome dan Nyonya Petra
Oleh
: Afrilla Dwitasari
Di
kota Triberg di Jerman, tinggalah sepasang suami istri. Tuan Tome dan Nyonya
Petra namanya. Mereka memiliki toko kue "Liebekuchen" yang menjual
kue khas Triberg, yaitu black forest. Toko "Liebekuchen" selalu ramai
oleh pengunjung yang berjalan-jalan ke air terjun terkenal di Triberg. Namun
akhir-akhir ini, toko itu sepi.
Suatu
pagi, Nyonya Petra merenung. Ia melepaskan topi dan celemeknya, mengempaskan
badannya yang gemuk di bangku kayu.
"Kenapa
kau melamun, Petra?" tegur Tuan Tome.
"Toko
kita sepi, sekarang toko kue baru menjamur di sekitar air terjun. Apa yang
harus kita lakukan, Tome?"
"Hmm..
Apa, ya?" Tuan Tome menggaruk-garuk kepalanya.
Nyonya
Petra memang tidak bisa mengandalkan suaminya yang tidak suka bekerja.´Berbeda
sekali dengan dirinya. Ia tekun, giat, dan juga ramah kepada pelanggannya.
Tuan
Tome tidak betah membuat kue. Ia sering tertidur saat mengaduk adonan dengan
kayu.
"Tome,
bagaimana kalau kau mencari kursus membuat kue? Cobalah belajar membuat kue
terbaru! Sudah saatnya kita menambah jenis kue. Kalau kue kita bervariasi,
pelanggan akan bertambah!" pinta Nyonya Petra.
"Dimana?"
"Carilah
di kota! Ada di cafe besar!"
Dengan
memakai sepatu boot kulit dan jaket hitam andalannya, Tuan Tome memenuhi
permintaan istrinya. Ia pun menemukan satu cafe besar.
Ketika
masuk ke cafe, ia melihat sebuah tulisan "Kein Meister faellt vom
Himmel" (Tidak ada ahli yang jatuh dari langit). Apa maksudnya tulisan
itu, gumam Tuan Tome dalam hati.
"Selamat
pagi! Saya Tome. Saya ingin mendaftar kursus!"
Pemilik
cafe memandangi Tuan Tome dari kepala hingga ujung kaki. Tuan Tome memang kurus
tinggi.
"Baiklah,
silakan datang besok, " ujar pemilik cafe.
Setelah
membayar biayanya, ia kembali ke rumah dan bercerita kepada istrinya.
"Baguslah!
Belajarlah yang benar, Tome!" pesan Nyonya Petra.
Esoknya,
Tuan Tome masuk kelas.
"Selamat
pagi! Hari ini kita akan membuat bolu kismis. Sekarang perhatikan petunjuk saya
dan ikuti langkah-langkahnya!" Sang koki guru berkata lantang.
Semua
peserta mengikuti perintahnya.
"Uh,
susah sekali! Ah, ini membosankan!" Tuan Tome menggerutu terus.
Ketika
kelas selesai, koki guru memeriksa kue-kue peserta. Tuan Tome gagal. Tapi, koki
guru tidak marah kepadanya.
"Tidak
apa, datanglah lagi besok. Kan masih ada lima kali pertemuan."
"Apa?!
Lama sekali!" Tuan Tome melotot.
"Memang
begitu, Tuan. Membuat kue butuh latihan!"
Tuan
Tome menjatuhkan topi dan celemeknya lalu pulang.
"Aku
tidak mau belajar selama itu! Kupikir sehari saja bisa!" gerutunya ketika
sampai di rumah.
"Astaga!
Kau memang tidak sabar!"
Nyonya
Petra geleng-geleng kepala. Ia sudah paham sifat suaminya, malas bekerja tapi
ingin cepat dapat hasil.
"Hei,
Petra, bagaimana kalau aku belajar melukis? Lukisanku bisa kujual
nantinya!" Tiba-tiba malamnya Tuan Tome menyampaikan ide baru.
"Terserah
kau!" Nyonya Petra malas berdebat.
Esoknya,
Tuan Tome mendapatkan tempat belajar melukis. Ia boleh mulai hari itu juga.
Tuan Tome heran saat melihat papan bertuliskan "Kein Meister faellt vom
Himmel". Kenapa ada tulisan serupa di sini, gumamnya.
Saat
belajar, Tuan Tome merasa jenuh. Melukis memang bukan minatnya.
"Berapa
lama saya bisa seperti Anda?" keluhnya.
"Satu
tahun. Melukis butuh latihan keras. Tidak ada yang instan, " ujar sang
guru lukis.
Mata
Tuan Tome membelalak.
"Apa??
Satu tahun?! Saya tidak jadi melukis!"
Kali ini Nyonya
Petra marah. Wajahnya merah padam mendengar cerita suaminya.
"Kau
sudah menghabiskan biaya tapi tanpa hasil! Kali ini aku beri satu kesempatan
terakhir!"
Tuan
Tome berpikir keras. Akhirnya, ia memutuskan untuk belajar membuat minuman. Ia
memang senang meramu berbagai minuman. Ah, mungkin memang lebih enak kalau aku
suka melakukannya.
Tuan
Tome kembali mencari tempat kursus membuat minuman. Kebetulan kemarin ia
melihat pada brosur di salah satu cafe.
Ia
mendatangi cafe tersebut. Alangkah terkejutnya ia karena di sana pun ada
tulisan "Kein Meister faellt vom Himmel" di tembok.
Saat
mendaftar, pemilik cafe berkata, "Baik Tuan, besok kelas dimulai. Kita
akan membuat minuman tradisional eggnog dan lumumba. Anda harus serius belajar
di sini. Jika Anda tidak mengikuti lima kali pertemuan, maka Anda harus
membayar denda!"
Tuan
Tome terpaksa mengikuti peraturan. Hari pertama ia mengeluh dan mengomel saat
menemui kesulitan. Namun, ia tetap mengikuti kelas hingga selesai.
Suatu
malam Nyonya Petra melihat suaminya membaca buku resep dengan serius. Semoga
saja kali ini ia berubah! Doanya dalam hati.
Benar
saja, Tuan Tome terus mengikuti kelas. Di akhir pertemuan, pemilik cafe
memberikan sertifikat kelulusan. Tuan Tome girang bukan main. Ia berhasil
membuat minuman tradisional. Tak sabar ia menghias tokonya dengan eggnog dan
lumumba. Petra pasti gembira!
Ternyata
semua bisa jika dijalani dengan tekun dan sungguh-sungguh. Tuan Tome sadar,
selama ini ia tidak mau menjalani proses belajar.
Saat
keluar ruangan, ia kembali melihat tulisan di tembok. Matanya mengerling,
senyumnya merekah. Tak ada yang bisa jadi ahli tanpa belajar terlebih dahulu.
Aha! Jadi itu maksudnya!
***
0 Response to "Tuan Tome dan Nyonya Petra"
Post a Comment
Terima kasih sudah berkunjung ke Rumah Kurcaci Pos. Tidak diperkenankan menggunakan konten di blog ini, tanpa seizin Kurcaci Pos. Terima kasih.