} Kerucut Bibi Karen - Rumah Kurcaci Pos

Kerucut Bibi Karen

Dimuat di majalah Bobo


KERUCUT BIBI KAREN
Oleh: Ruri Ummu Zayyan

Putri Amelia sedang bersedih.Bibi Karen, pengasuh yang sangat disayanginya baru saja meninggal. Saat sakit parah, dengan terbata-bata, Bibi Karen hanya mengucapkan, “kerucut..., perdamaian..., kamu dan Adrian pasti bisa” sambil memberikan sebuah kerucut dari kertas.
Putri Amelia dan Bibi Karen berencana akan menghias kerucut itu untuk topi karnaval musim panas. Tapi Bibi Karen keburu meninggal.
“Mungkin Bibi Karen ingin kau menyelesaikan hiasan topi itu,” kata Pangeran Adrian, kakak Putri Amelia.
Lalu apa maksud Bibi Karen dengan kata perdamaian? Putri Amelia bertanya-tanya.
“Kak, apa kerucut bisa membawa perdamaian?” tanya Putri Amelia pada Pangeran Adrian.
“Hmm.. Mungkin kau bisa menghiasnya dengan kata “perdamaian”. Kau ajak teman-temanmu juga. Sambil berdoa semoga perang segera berakhir. Tuhan suka mengabulkan doa anak-anak,” jawaban Pangeran Adrian membuat mata Amelia berbinar.
Pangeran Adrian memang selalu brilian. Putri Amelia jadi punya ide tema untuk karnaval musim panas. Siapa tahu, dengan karnaval bertema perdamaian, perang dengan kerajaan Zeos akan segera berakhir.
Perang itu tidak enak. Putri Amelia banyak berteman dengan anak-anak prajurit yang meninggal di peperangan. Sedih sekali mereka. Selain itu, seluruh kerajaan jadi gelisah kalau sewaktu-waktu ada serangan. Raja George, ayah Putri Amelia tidak pernah bisa tidur nyenyak. Pokoknya, suasana istana jadi muram.
Putri Amelia mengajak teman-temannya menghias topi dengan kata perdamaian. Saat karnaval mereka berkeliling kota sambil menyebarkan selebaran perdamaian
Perdana menteri dan panglima perang juga mendapatkan selebaran itu. Mata mereka berkaca-kaca. Memang perang itu melelahkan. Anak-anak juga sedih.
Usai karnaval, perang belum ada tanda-tanda akan berakhir.
“Bibi Karen, maafkan aku. Kerucut itu tidak bisa membawa perdamaian,” keluh Putri Amelia di pusara Bibi Karen.
Pangeran Adrian yang melihat Putri Amelia jadi iba. Ia mengajak Putri Amelia berkeliling perbukitan dengan berkuda.
“Kak, sebenarnya apa yang menyebabkan kita berperang dengan kerajaan Zeos?” tanya Putri Amelia di perjalanan.
“Kata Ayah, kita memperebutkan wilayah pegunungan Marino.”
Putri Amelia pernah mengunjungi pegunungan Marino. Memang indah sekali. Ada beberapa desa di sana. Putri Amelia ingat, ada desa unik yang seluruh bangunannya memiliki atap berbentuk kerucut. Kakak Bibi Karen ada yang tinggal di desa itu. Namanya Pak Henry. Mereka punya anak bernama Alexander, sebaya dengan Pangeran Adrian. Putri Amelia menghentikan kudanya.
“Desa kerucut!”
“Ada apa, Amelia?”
“Kak, mungkinkah perdamaian yang dimaksud Bibi Karen ada hubungannya dengan desa kerucut di pegunungan Marino?” wajah Putri Amelia serius.
Pangeran Adrian berpikir sejenak.
“Tentu saja kalau kita tidak memperebutkan desa kerucut, kita jadi damai. Tapi apa mungkin?”
“Lagipula, apa yang bisa dilakukan oleh anak-anak seperti kita?” lanjut Pangeran Adrian.
“Tapi Kak, kata Bibi Karen, kita pasti bisa.”
“Kita masih anak-anak. Sudahlah, kamu jangan berpikir yang tidak-tidak.”
Putri Amelia terdiam. Kakak benar, apa yang bisa dilakukan anak-anak untuk membawa perdamaian di desa kerucut? ucap Putri Amelia dalam hati.
“Kak, bagaimana kalau kita ke desa kerucut. Mungkin ada petunjuk di sana?”
“Itu sangat berbahaya!”
“Kita menyamar saja, Kak.” Putri Amelia memang selalu ingin menyamar. Pasti seru ya, berada di tengah rakyat tanpa diketahui kalau ia seorang putri raja.
“Aku bilang, itu sangat berbahaya! Tidak mungkin Ayah mengijinkan.”
“Kalau begitu, kita tidak usah minta ijin Ayah.”
“Sudahlah. Mungkin maksud Bibi Karen, kita bisa saat kita dewasa nanti!”
“Kalau menunggu dewasa, perang jadi terlalu lama, Kak.” Amelia bersikeras.
“Ayolah, Kak!”
Berhari-hari, Putri Amelia membujuk Pangeran Adrian. Akhirnya, Pangeran Adrian menyerah. Meskipun berbahaya, sebagai putra mahkota, ia harus jadi pemberani.
Pada suatu hari, Pangeran Adrian dan Putri Amelia menyelinap keluar istana. Kuda dan perbekalan sudah disiapkan di sebuah gua di lereng bukit tempat mereka biasa bermain. Sebelumnya mereka membawa perbekalan secara bertahap agar tak dicurigai pengawal.
Sesampainya di desa kerucut, mereka segera menuju rumah Pak Henry. Untung Putri Amelia masih ingat dengan baik jalan menuju ke sana. Keluarga Pak Henry sangat baik. Alexander juga cepat akrab dengan mereka berdua. Mereka tidak membocorkan identitas Puri Amelia dan Pangeran Adrian yang sebenarnya
Beberapa hari mencari petunjuk tanpa hasil, Putri Amelia mulai putus asa. Pagi itu ia dan Pangeran Adrian berniat pamit.
“Sebelum kalian pulang, bisakah aku minta tolong?” kata Pak Henry.
“Tentu Pak. Apa yang bisa kami bantu?” kata Adrian.
“Ada sebuah rahasia tentang Alexander. Sebetulnya ia bukan anak kandung kami,” kata Pak Henry mengejutkan Putri Amelia dan Pangeran Adrian.
“Dulu, kami menemukan bayi Alexander di dalam hutan. Setelah beberapa tahun, baru kami tahu, Alexander adalah pangeran kerajaan Zeos yang hilang diculik. Ada tanda lahir di punggungnya. Tapi waktu itu kami tidak ingin kehilangan Alexander. Begitu kami siap mengembalikan Alexander pada keluarganya, perang keburu berkecamuk,” cerita Pak Henry.
Putri Amelia dan Pangeran Adrian berpandangan. Mereka tersenyum puas.
Selang beberapa hari, perdamaian benar-benar terwujud. Raja George mengirimkan utusan untuk mengabarkan bahwa Pangeran Alexander telah ditemukan. Ia diasuh dengan baik di desa kerucut. Raja dan ratu Zeos sangat berterimakasih. Mereka memutuskan menghentikan peperangan. Putri Amelia menyimpan kerucut Bibi Karen dengan bahagia.

“Terima kasih, Bibi Karen.”

Subscribe to receive free email updates: