Dimuat di Majalah Bobo |
KUE PELANGI LILA
Lotta
“Ini warna apa, Dito?” tanyaku
menunjukkan warna biru pada Dito, adikku. Tapi Dito menggeleng, tidak tahu.
“Aduuuh,
kamu itu kok diajari susah benar,
sih? Ini itu warna biru. Bi… ru!” kataku mengeja.
“Bi…
ru!”
“Itu
kan kata Kakak!” ujarku kesal.
Dito
sudah kelas satu SD. Tapi Dito belum mengenal warna. Dan kejadian itu pernah
membuatku malu.
Saat
itu, aku mengajak Dito untuk mengerjakan tugas membuat peta di rumah Lila,
sahabatku. Dan Lila meminta tolong pada Dito yang bermain di dekat kami, untuk
mengambilkan spidol warna hijau. Tapi Dito malah salah mengambil warna. Ia
mengambil warna biru. Aku pun jadi malu. Apalagi Lila tertawa geli karena
kesalahan Dito.
Seperti
sore ini, seharusnya aku mengerjakan tugas kelompok di rumah Lila. Tapi aku harus
menjaga Dito, karena Mama sedang pergi. Sebenarnya aku bisa
saja mengajak Dito, karena ia
juga anak yang manis. Dito suka membaca. Tapi memang agak lambat
Dito menghapal warna-warna. Sementara adik teman-temanku masih kecil sudah bisa
mengenal warna.
Kring-kring!
Terdengar dering sepeda di halaman.
“Aduh,
itu pasti Lila,” gumamku kesal. Aku melirik Dito yang masih belajar warna.
“Kak
Sasa, ini warna apa?” tanya Dito menunjuk warna hijau.
“Hijau.
Awas, jangan lupa lagi!” kataku galak.
“Iya.
Hijau,” Dito mengulang.
“Sasa!”
panggil Lila di depan.
Aku
berlari keluar. Dan mendapatkan Lila datang membawa tas yang tampak menggembung
karena sepertinya banyak isinya.
“Kok
kamu ke sini?” tanyaku kurang suka.
“Kan
ini namanya tugas kelompok. Masa aku yang mengerjakan sendiri?” ujar Lila
tertawa. “Aku sudah bawa buku tugas kita di sini dan bawa kue untuk kita.” Lila
menunjuk tasnya.
Aku
cemberut.
“Aku
tidak disuruh masuk nih?” tanya Lila.
“Eh,
iya. Yuk, masuk!”
Aku
pun mengajak Lila masuk ke rumahku.
Tampak
Dito masih menghapal warna di ruang tengah. Mulutnya komat-kamit seperti orang
berdo’a.
“Dito,
kamu sedang apa?” tanya Lila.
“Ini,
Kak Lila. Aku sedang menghapal warna. Tapi kenapa susah ya? Aku suka lupa,”
jawab Dito.
“Wah,
kebetulan. Kak Lila bawa kue pelangi. Kita bisa bermain tebak warna,” kata Lila
mengambil kotak kue dari dalam tas lalu membuka kotak kuenya.
“Pasti enak rasanya, ya?” ujar Dito yang
tampak ngiler melihat kue yang menarik dengan warna bersusun merah, jingga,
kuning, hijau, biru, nila dan ungu seperti warna pelangi di depannya.
“Pasti
enak. Dan Kak Lila mau membaginya untuk Dito.”
“Aku
mau!” sahut Dito bersemangat.
“Tapi
ada syaratnya.”
“Apa
syaratnya?”
“Dito
tebak dulu. Ini warna apa?” tanya Lila sambil menujuk warna biru pada kue
pelangi.
Dito
melihat warna itu dengan bingung. “Warna… warna… apa ya?”
“Ini
warna biru, Dito.”
“Iya,
aku lupa!” kata Dito tertawa.
“Yuk,
Kak Lila tunjukin ya, biar Dito tidak lupa lagi.”
Lila
menunjukkan warna-warna yang bersusun di kue pelangi itu pada Dito. Dito mulai
menghapalnya. Lila begitu sabar mengajari Dito. Aku jadi iri melihat kedekatan
mereka.
“Lila,
kapan kita mengerjakan tugas kita?’ tanyaku.
“Sebentar
ya, Sasa. Aku mau bermain tebak warna dulu sama Dito,” sahut Lila yang terlihat
asyik bersama Dito.
Waktu
berlalu, aku merasa bosan karena dibiarkan sendiri. Aku masuk ke kamarku untuk
membaca buku. Sementara di luar, terdengar suara Lila dan Dito yang bersahutan
menebak warna.
“Horeeee!!!
Aku sudah bisa! Aku sudah bisa!” Dito berteriak senang.
Aku
pun jadi ingin tahu.
“Waaah,
Dito hebat!” Lila bertepuk tangan.
Wajah
Dito nampak berseri-seri.
“Karena
Dito sudah berhasil menebak warna dengan benar, sekarang Dito boleh makan kue
pelanginya,” kata Lila sambil memberikan sepotong kue pelangi itu.
Dito
menerimanya dan menatap kue pelangi itu. “Maaf ya kue pelangi, aku makan kamu,”
katanya.
Hahaha
Lila tertawa mendengar celoteh Dito.
“Sekarang,
Kak Lila mengerjakan tugas dulu sama Kak Sasa ya?” kata Lila.
“Terima
kasih, Kak Lila. Aku sudah diajak bermain tebak warna dan dikasih kue pelangi
juga,” kata Dito.
“Sama-sama,
Dito,” Lila tersenyum manis.
Diam-diam,
aku yang sudah berdiri di pintu kamarku, merasa malu. Tapi bukan malu karena
Dito tidak mengenal warna. Aku malu karena Lila yang bukan kakaknya Dito tapi
mau mengajari Dito.
“Lila,
kamu kok bisa sih mengajari Dito mengenal warna?” tanyaku saat kami sudah mulai
mengerjakan tugas kelompok.
“Hahaha,
aku tidak mengajari Dito. Tapi mengajaknya bermain tebak warna,” kata Lila
ceria.
Aku
pun mengangguk-angguk. Dalam hati, aku jadi malu. Aku selalu tidak sabar dan
marah-marah mengajari Dito. Padahal Dito hanya perlu bermain untuk mengenal
warna.