} Rahasia Nyonya Ellena - Rumah Kurcaci Pos

Rahasia Nyonya Ellena

Dimuat di Majalah Bobo

Rahasia Nyonya Ellena
Oleh : Bonita Irfanti

Nona Lupita belum lama pindah ke kota Wina. Ia diterima bekerja sebagai manajer di sebuah supermarket di kota itu. Jabatan ini sangat sesuai dengan Nona Lupita yang cerdas dan tegas.
Setiap pagi, Nona Lupita berjalan-jalan keliling komplek. Pepohonan di sisi-sisi jalan selalu membuat udara sangat sejuk. Apalagi rumah paling ujung. Satu-satunya rumah dengan pohon terbanyak.
Nenek Mila, tetangga Nona Lupita, pernah cerita, pemilik rumah itu bernama Nyonya Ellena. Suaminya sudah meninggal, dan anaknya-anaknya kuliah di luar kota. Sayangnya, ia jarang bergaul dengan tetangganya.
Nyonya Bianca, tetangga Nona Lupita yang lain juga menambahkan. Katanya tiap hari Minggu, mobil Nyonya Ellena pasti bolak-balik terus, dan membuat pusing orang yang melihat.
Jika jalan-jalan pagi, Nona Lupita suka berhenti di depan rumah Nyonya Ellena. Sekadar menghirup udara segar, atau menikmati kicau burung diantara rindangnya pohon palem dan akasia.

“Selamat pagi. Sedang olahraga?” Sebuah sapaan mengejutkan Nona Lupita. Karena keasyikan mengamati sarang burung, Nona Lupita tak sadar ada orang lain di balik pagar berjeruji rumah Nyonya Ellena.
“Oh, ya.” Nona Lupita mengangguk. Di hadapannya, berdiri seorang ibu memegang sapu lidi panjang.
“Apa Anda warga baru di sini? Saya belum pernah melihat Anda sebelumnya.” Wanita itu memerhatikan wajah Nona Lupita.
“Benar. Rumah saya bersebelahan dengan rumah Nyonya Bianca.” Nona Lupita tersenyum. Wanita itu hanya mengerutkan kening, lalu kembali menyapu halaman.
Nona Lupita juga melanjutkan jalan paginya. Tetapi sepanjang perjalanan, ia memikirkan wanita tadi. Jangan-jangan itu yang namanya Nyonya Ellena. Benar-benar wanita aneh. Saat aku menyebut nama Nyonya Bianca, masa ia hanya terdiam. Apa ia tak mengenal Nyonya Bianca?
Ciiittt!! Sebuah mobil mengerem mendadak. Nona Lupita terlonjak kaget. Gara-gara melamun, ia tidak melihat kanan kiri dulu saat hendak menyeberang jalan. Hampir saja ia tertabrak.
Dengan gemetar, Nona Lupita meminta maaf sambil mengangguk-angguk. Untunglah si pengendara balas mengangguk dari balik kaca mobilnya. Syukurlah, berarti ia tak marah.
***
“Bu Lupita, ada seorang pelanggan mengeluh. Telur pesanannya tidak bisa terpenuhi semuanya. Orang itu sekarang ada di ruangan Pak Antonio.” Seorang karyawan supermarket melapor. Padahal Nona Lupita baru sampai di kantornya.
“Kapan orang itu memesan?”
“Se-seminggu yang lalu.” Pekerja itu tiba-tiba tergagap.
Nona Lupita melotot. “Bagaimana itu bisa terjadi?”
Karyawan itu bercerita dengan wajah takut. Sebenarnya, pesanan sudah siap sejak dua hari lalu. Tapi karena stok telur di rak depan kosong, akhirnya setengah dari pesanan dipakai dulu.
“Kami pikir, kiriman telur akan datang hari ini. Ternyata dua hari lagi,” katanya sambil tertunduk.
“Kau tahu nama pelanggan itu?”
“Tentu. Ia pelanggan setia kita. Namanya Nyonya Ellena. Hampir seminggu sekali ia datang ke supermarket ini.”
Nyonya Ellena?
Nona Lupita bergegas ke ruangan Pak Antonio. Tetapi, dugaan Nona Lupita sepertinya keliru. Wajah Nyonya Ellena yang ini, berbeda dengan Nyonya Ellena yang kemarin ditemuinya.
“Nona, sepertinya saya mengenali Anda,” ujar wanita paruh baya itu tiba-tiba. Ia tampak mengingat-ingat. “Ah, ya! Anda yang kemarin hampir saya tabrak.” Nyonya Ellena tertawa. Membuat Nona Lupita tersipu.
“Anda tinggal di sana? Saya juga. Rumah saya berada paling ujung. Yang banyak pohonnya.”
Lho, ini Nyonya Ellena? Lalu siapa ibu yang menyapu itu?
“Saya tinggal berdua dengan asisten rumah tangga saya,” ucap Nyonya Ellena lagi, seolah bisa membaca pikiran Nona Lupita.
Oh, asisten rumah tangga? Pantas ia tak mengenal Nyonya Bianca.
“Nyonya, saya Lupita, manajer di sini. Saya benar-benar minta maaf atas ketidaknyamanan Anda. Ini murni kesalahan kami. Namun, bisakah jika pesanan Nyonya diganti dengan barang lain?” Nona Lupita menyatakan penyesalannya.
“Sayangnya tidak bisa. Bukankah untuk membuat kue kita harus menggunakan telur?”
“Kue? Saya dengar Anda memesan dua puluh kilo telur. Apa semuanya untuk membuat kue?”
Nyonya Ellena mengangguk membenarkan.
Nona Lupita mengernyit. “Banyak sekali. Apa Anda punya toko kue?”
Kali ini Nyonya Ellena menggeleng. “Kue-kue itu untuk anak-anak panti asuhan. Setiap hari, saya membuatkan aneka kue untuk camilan mereka. Bahkan jika hari Minggu, saya mengajak mereka ke rumah untuk membuat kue bersama. Meski saya harus bolak-balik menjemput mereka. Hahaha…”
Ooh… Nona Lupita terkesiap. Jadi itu sebabnya Nyonya Ellena jarang bergaul dengan tetangganya? Karena itu pula, tiap hari Minggu mobilnya jadi bolak-balik lewat?
Nona Lupita menyesal pernah menganggap Nyonya Ellena aneh. Ia tak menyangka, ternyata Nyonya Ellena berhati mulia.
“Nyonya, sebagai permintaan maaf, belanjaan Anda yang lain akan kami beri diskon,” ujar Nona Lupita.
“Lalu bagaimana dengan telur kekurangannya? Saya memerlukannya untuk besok. Besok hari Minggu, anak-anak akan datang ke rumah.”
“Kebetulan saya punya resep kue tanpa telur. Bolehkah jika besok saya ikut membantu membuat kue di rumah Anda?” pinta Nona Lupita.
“Tentu saja. Saya akan senang sekali. Kalau begitu, saya tunggu kedatangan Anda besok di rumah, Nona Lupita.”
Nona Lupita mengangguk tersenyum. Dengan mengetahui rahasia Nyonya Ellena, Nona Lupita berharap akan bisa melakukan dua hal. Membantu anak-anak panti, juga membersihkan nama baik Nyonya Ellena.

***

Subscribe to receive free email updates: