} Jangan Asal Kompak - Rumah Kurcaci Pos

Jangan Asal Kompak

Hampir setiap hari Mama marah pada Ardi dan Arka. Sebabnya, kedua adik kembarku itu selalu bikin masalah. Ada saja yang mereka lakukan sehingga mendapat hukuman dari Mama.

Dimuat di Kompas Anak Minggu


Seperti hari itu. Seenaknya saja mereka bermain lempar bola di ruang tengah. Padahal aku sudah melarang mereka, karena di ruang tengah banyak keramik koleksi Mama. Eh, malah dicuekin. Sebel…

Beberapa menit kemudian, praaaaaang…. Terdengar suara benda pecah dari ruang tengah. Aku dan Mama segera berlari untuk melihat apa yang terjadi. Ternyata sebuah vas bunga sudah hancur berkeping-keping dan berhamburan di lantai. Gawat, vas bunga itu adalah kesayangan Mama, oleh-oleh dari Tante Nuri sewaktu tugas di China.

“Siapa yang memecahkan vas bunga Mama?” tanya Mama emosi.

“Bukan aku, Ma!” aku buru-buru menjawab sebelum Mama menuduhku.

“Ardi, Arka?” Mama memandang tajam pada adik kembarku itu.

Seperti biasa. Mereka kompak tutup mulut. Padahal aku yakin, pasti satu diantara mereka yang memecahkan vas bunga Mama.

Lima menit berlalu, kedua anak itu masih tetap tutup mulut. Akhirnya Mama kehilangan kesabaran.

“Baiklah, karena tidak ada yang mau ngaku, kalian dua-duanya Mama hukum. Pertama, bersihkan pecahan vas itu, kedua bola kalian Mama sita. Ketiga, uang jajan kalian seminggu Mama potong. Keempat, dilarang bermain di ruang tengah. Bila ada yang melanggar, hukuman tidak ada uang jajan selama sebulan,” kata Mama sambil meninggalkan kami.

Wah-wah… sepertinya hukuman yang berat, gumamku.

“Kenapa sih, diantara kalian engggak ada yang mengaku?” tanyaku jengkel. “Kok kompakan sih, berbuat salah?"

Arka sepertinya mau bicara, tetapi Ardi buru-buru menyodok perutnya. Arka langsung meringis sambil memengangi perutnya.

“Kita kan kembar, Mbak, jadi apa-apa kompak!” jawab Ardi yang lebih tua lima menit dari Arka.. Dia memang selalu jadi juru bicara dibandingkan Arka.

“Biar kembar kan, kalian itu berbeda. Cuma luarnya saja kalian sama. Tapi hobi dan kemampuan kalian berbeda,”

“Pokoknya kita berdua harus kompak,” tukas Ardi. “Betul kan, Ka?”

“Iya betul!” jawab Arka cepat.

Uh, sebel, gumamku sambil meninggalkan mereka.

Besoknya, saat pulang sekolah, aku melihat Arka duduk sendirian di teras. Wajahnya tampak lemas.

“Kamu kenapa, Ka?” tanyaku.

“Capek, Mbak!” jawab Arka.

Dia lalu bercerita.  Tadi disekloah ada pelajaran olahraga. Biasanya sehabis olahraga dia jajan bakso dan es teh. Karena uang jajannya dipotong Mama, maka ia tidak jajan apa-apa.”

“Kamu pakai saja uang celenganmu.”

“Udah habis, Mbak. Kemarin buat beli kaos bola, terus beli kaset game."

“Lho, kamu kan enggak suka bola. Kamu hobinya lukis."

“Gara-gara Ardi yang selalu ingin kompakan.”

“Eh, enak saja.” Tiba-tiba Ardi muncul dari dalam rumah.”uang tabunganku juga habis, gara-gara ikut lomba lukis. Padahal aku enggak mau ikut. Tapi kamu yang maksa.

“Makanya. Mbak kan, udah bilang. Walau kembar, kalian itu berbeda. Kembar enggak harus selalu terlihat kompak. Apalagi kompak mempertanggung jawabkan kesalahan."

“Lalu, kita harus gimana, Mbak?” tanya Ardi.

“Mulai sekarang kalian harus memilih mana yang harus kompak mana yang enggak. Kalian boleh kompak dalam belajar, kompak membersihkan kamar atau kompak membantu mama. Janga asal kompak, apalagi bertanggung jawab bersama.”

Ardi dan Arka mengangguk bersamaan.

“Nah, mulai sekarang, kalian harus kompak dalam hal yang benar," aku mengigatkan.

"Siap, Mbak!" jawab kedua adik kembarku kompak.
   
   

     
   

Subscribe to receive free email updates: