} Maafkan Aku, Kak Lira! - Rumah Kurcaci Pos

Maafkan Aku, Kak Lira!

Aku punya kakak perempuan. Nama lengkapnya Salira Ayu ningrum. Tapi aku biasa memanggilnya Kak Lira. Umurnya 13 tahun dan kelas satu smp. Wajahnya cantik, kulitnya putih dan rambutnya panjang sepinggang. Kak Lira juga pintar di sekolah dan selalu masuk rangking tiga besar.

Dimuat di Majalah Girls


Kalian pasti mengira, aku bangga mempunyai kakak seperti Kak Lira, kan?  Salah, aku justru  tidak suka. Kak Lira itu menyebalkan sekali. Apa saja yang aku lakukan, selalu dikomentari. Tidak boleh begini, tidak boleh begitu. Jangan begini, jangan begitu. Harus begini dan harusnya begitu. Apa karena Kak Lira merasa lebih tua atau merasa lebih pintar dariku, ya?

Dua hari yang lalu adalah puncak kekesalanku. Sore itu, aku sudah berpenampilan cantik. Aku akan pergi ke pesta ulang tahun Riska, teman sekolahku yang juga teman sebangku. Aku sudah menyiapkan kado cantik untuk Riska. Bando biru muda itu pasti cantik sekali dipakai oleh Riska.

Sewaktu hendak pergi, aku berpapasan dengan Kak Lira di ruang tamu.

”Ya ampun, Tary!” seru Kak Lira dengan wajah terkejut. Ia memandang aku dengan seksama.”Kamu mau ke mana?”

”Mau ke pesta ulang tahun, Kak! Jawabku malas.

”Tary, penampilan kamu ini terlalu berlebihan untuk pesta ulang tahun,” kata Kak Lira.

Aku langsung cemberut. Tuh, kan! Kak Lira mulai usil lagi. ”Apa yang salah sih, kak, dengan penampilanku ini?”

”Lihat! Bajumu ini lebih cocok dipakai ke pesta pernikahan,” komentar Kak Lira tentang gaun warna unguku yang penuh dengan hiasan pita dan renda.  ”Kalungnya juga terlalu ramai. Dan ini sepatu kamu, warnanya sama sekali tidak cocok dengan warna bajumu.”

Bibirku semakin cemberut. Aku kesal sekali. Tapi kak Lira tidak peduli. Ia terus saja mengomentari penampilanku.

”Seharusnya, kamu memilih gaun yang potongannya sederhana saja. Pilih juga warna yang tidak terlalu mencolok, karena pestanya diadakan sore hari. Asesoris yang kamu pakai juga jangan berlebihan. Kalau rambutmu diikat, kamu enggak usah pakai bando atau jepit rambut lagi. Terlalu rame dan terlihat norak.”

”Kakak ini keterlaluan sekali! Apa saja yang aku lakukan selalu di komentari. Sudah, urus saja diri kakak sendiri!” teriakku marah.

”Tary, aku ini kakakmu. Aku hanya ingin melihat kamu berpenampilan baik. Ya, udah kalau kamu enggak mau mendengarnya.”

”Mulai sekarang, Kak Lira enggak usah ngurusin aku lagi. Aku mau dandan gimana, itu urusanku. Jangan mentang-mentang Kak Lira lebih tua dan lebih cantik dari aku ya!”

Mata Kak Lira langsung berkaca-kaca. ”Kamu kok  berkata begitu sih, Tary!”

Aku mendengus kesal, sambil berlalu meninggalkan Kak Lira. Uuh, memangnya enak selalu dikomentari! Umpatku kesal.

Aku segera bergegas pergi ke rumah Riska. Untung saja aku belum terlambat ke pesta ulang tahun Riska.

Waktu aku memasuki ruang pesta. semua mata metatapku. Benar kan, pendapat kak Lira itu salah. Buktinya semua memandang takjub padaku. Aku semakin percaya diri.

Riska agak terkejut waktu menyambut kedatanganku. Tapi dia tidak berkomentar apa-apa. Setelah mengucapkan selamat ulang tahun dan memberi kado pada Riska, aku segera mencari tempat duduk. Aku memilih duduk di dekat meja minuman. Dari sini, aku bisa memperhatikan semua teman-temanku yang dattang.

Duh...! Kenapa ya, semua yang hadir di pesta, terus saja memperhatikanku? Sesekali mereka bebisik-bisik. Aku jadi salah tingkah. Apa karena mereka mengagumi dandananku? Aku makin kege-eran.

Aku senang sekali waktu melihat Dion memasuki ruang pesta. heiiits! Dion itu paling keren di kelasku. Banyak yang suka padanya. Termasuk aku. Hey, Dion malah mendekatiku. Aku tersenyum, tapi Dion tak acuh padaku.

“Halo, Dion!”  aku yang pertama menyapa Dion.

“Hay juga, Tary!” balas Dion dengan nada cuek sambil mengambil segelas soft drink.

”Dion, nanti aku pulang bareng kamu, ya! Rumah kita kan, searah! Ajakku.

Dion malah menahan senyumnya. ”Maaf Tary, aku tidak bisa menari dengan cewek yang dandanannya norak seperi ini!”

Oh My Good...! Ucapan Dion itu langsung membuat merah telingaku. Tega sekali dia. Sekuat tenaga aku menahan untuk tidak menangis. Tapi aku tidak kuat. Akhirnya aku berlari ke ke kamar mandi, dan menangis sepuasnya di sana.

“Kamu jangan sedih, ya!” tiba-tiba ada yang menyetuh bahuku. Aku menoleh dan ternyata Riska.

”Penampilan aku norak banget ya, Ris?”

Riska tampak ragu-ragu. ”Maaf ya, Tary! Aku harus jujur. Dandananmu memang norak sekali! Terlalu lebay!”

Aku menangis lagi. Kali ini aku bukan menangisi dandananku yang norak atau ucapan Dion yang kasar tadi. Tapi aku menangis karena perlakuan kasarku pada kak lira. Maafkan aku, kak Lira!

Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates: