} Anak-Anak Kucing - Rumah Kurcaci Pos

Anak-Anak Kucing

Pulang sekolah, Andi mengajak aku dan Irvan mampir ke rumahnya. Katanya, ia ingin memperlihatkan tiga ekor anak kucingnya.

Dimuat di Majalah Bobo

“Semuanya ada tiga ekor. Satu berbulu putih hitam, satunya berbulu putih cokelat dan satunya lagi berbulu cokelat hitam. Semuanya lucu-lucu,” cerita Andi di sekolah tadi.

”Aku ingin melihatnya!” seru Irvan senang.

Temanku yang bertubuh gemuk itu, memang paling suka dengan kucing. Setahuku, Irvan memelihara banyak kucing di rumahnya. Ada kucing anggora, kucing persia sampai kucing kampung.

”Kamu ingin melihatnya juga, Bim?” tanya Andi padaku.

Sebenarnya, aku tidak terlalu suka pada kucing. Bulu-bulunya sering membuatku bersin. Ibuku malah melarangku dekat-dekat dengan kucing. Tapi aku penasaran juga ingin melihat anak-anak kucing itu.

”Aku ikut, deh!” jawabku.

Sampai di rumah Andi, ia mengajak aku dan Irvan ke garasi mobilnya. Ternyata ia menaruh anak-anak kucing itu disebuah kotak bekas sepatu Papanya.
”Ini dia anak-anak kucingku!” Andi meletakkan kotak itu di lantai.

Aku dan Irvan tidak sabar melihat isi kotak itu. Benar, ada tiga ekor anak kucing.

”Wah, ternyata anak-anak kucing ini baru lahir. Tubuhnya masih merah dan gerakannya lambat sekali,” kata Irvan.

Andi mengangguk. ”Baru kemarin anak-anak kucing ini lahir.”

”Di mana kamu mengambil anak-anak kucing ini?” tanyaku.

”Aku mengambilnya dari gudang di belakang rumahku.”

”Kenapa anak-anak kucing ini mengeong terus, ya?” tanyaku heran.

“Mereka pasti lapar,” jawab Irvan.

”Aku memberi makan anak-anak kucing ini kok!” tukas Andi.

”Seharusnya, kamu tidak boleh mengambil anak-anak kucing ini. Mereka baru lahir dan belum bisa mencari makan sendiri. Anak-anak kucing ini masih menyusu pada induknya.” Irvan menjelaskan. Wah..wah... Si Irvan ini seperti dokter hewan saja.

“Anak-anak kucing ini bisa mati, dong! Tambahku. Irvan mengangguk.

”Apa yang harus aku lakukan?” tanya Andi nerasa bersalah.

”Ayo, kita harus segera mengembalikan anak-anak kucing ini pada induknya!” ajak Irvan. Aku dan Andi setuju.

Kami bergegas ke sebuah gudang di belakang rumah Andi. Gudang itu penuh dengan barang-barang yang sudah tidak terpakai. Namun gudang itu bersih. Tidak ada sarang laba-laba di dalamnya.

”Hei, mungkin itu induk kucingnya!” tunjukku pada seekor kucing berbulu hitam, putih dan cokelat. Kucing itu sedang berdiri diatas tembok pagar  di belakang rumah  Andi. Kucing itu mengeong-ngeong dengan keras kepada kami

”Cepat letakkan kardus itu di dekatnya!” kata Irvan.

Andi segera meletakkan kardus itu di bawah tembok. Benar saja. Kucing itu langsung melompat turun dan segera meloncat masuk kedalam kotak sepatu bekas itu.

Kami segera mengintip kedalam kotak sepatu itu. Nampak anak-anak kucing itu sedang menyusu pada induknya. Anak-anak kucing itu pasti kelaparan sekali.

 ”Van, kita harus segera pulang! Ibuku pasti mencariku,” kataku.

”Iya, Mamaku juga pasti gelisah menungguku,” tambah Irvan.

”Berarti kita bertiga seperti anak-anak kucing itu ya,” sela Andi. ”Ibu kita selalu mengkhawatirkan kita.”

Haha... kami tertawa bersama. Benar juga kata Andi. Sehari saja aku tidak bertemu Ibuku, aku pasti rindu sekali.

                                                                                                   
Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates: