} Peri Rucci - Rumah Kurcaci Pos

Peri Rucci

Peri Rucci terbangun, saat matahari menerpa wajahnya lewat jendela kamar. Bergeges Rucci bangkit dari tempat tidur mungilnya. Suara burung terdengar dari pohon di depann rumahnya.

Dimuat di Majalah Bobo

“Ah, tidurku nyenyak sekali!” seru Rucci sambil membuka jendela. Seketika sinar matahari masuk melalui jendela rumah pohonnya.

Setalah bersenam sejenak Rucci bergegas mandi, lalu sarapan.

“Wah, ternyata persediaan buah ceri hampir habis,” seru Peri Rucci saat membuka lemari makanannya. “Sebaiknya aku segera mencari Ceri, apalagi hari sangat cerah.”

Setelah selesai sarapan, Peri Rucci bergegas mengambil keranjang rotannya dan segera memakai sepatunya. Sambil bernyanyi riang, Rucci keluar rumah. Tidak lupa ia mengunci pintu.

“Hai Rucci, kamu mau ke mana?” tanya Peri Melli tetangga Rucci.

“Aku mau ke hutan mencari buah Ceri. Kamu mau ikut, Melli?” tanya Rucci.

“Boleh, aku juga ingin mencari buah Ceri. Apalagi sebentar lagi musim hujan.”

Peri Rucci dan Peri Melli terbang bersama-sama menuju hujan di ujung negeri peri Rancamanca. Saat baru, terbang mereka berpapasan dengan Bu Cella peri. Bu Cella membawa keranjang besar berisi alat-alat rumah tangga. Bu Cella memang berjualan alat-alat rumah tangga.

“Halo, Bu Cella,” sapa Rucci ramah.

“Halo Rucci, Kalian mau ke mana?”

“Aku dan Melli mau ke hutan mencari buah ceri, Bu Cella,” jawab Rucci.

“Wah, kebetulan sekali. Berarti kalian melewati rumah Bu Relia ya? Boleh minta tolong sampaikan pesanan teko Bu Relia.”

“Tentu saja bisa, Bu Cella,” jawab Peri Rucci.

Bu Cella senang sekali. “Terima kasih banyak, Rucci! Dengan begitu, aku tidak perlu memutar jalan lebih jauh.

“Sama-sama, Bu  Cella,” jawab Peri Rucci sambil memasukkan teko tanah liat ke dalam keranjang  rotannya. Peri Rucci dan peri Melli lalu melanjutkan perjalanan.

Baru terbang sebentar Rucci dan Melli bertemu Nenek Amara peri. Nenek Amara peri sedang duduk di bawah sebuah pohon.

“Nenek Amara mau ke mana?” tanya Rucci

“Aku mau ke ruamah Bu Renny mengambil jahitan bajuku. Tapi aku kelelahan dan ingin beristirahat sebentar. Mungkin Sayapku tak kuat lagi terbang jauh dan lama,” keluh Nenek Amara.

Peri Rucci mengangguk mengerti. Matahari bersinar sangat terik. Apalagi rumah Bu Renny peri masih jauh.

“Bagaimana kalau aku mengambilkan jahitan baju Nenek Amara. Nanti biar aku mengantarkan ke rumah Nenek,” Rucci menawarkan diri.

Wajah nenek Amara langsung ceria. “Benarkah? Terima kasih Rucci. Aku akan menunggumu nanti sore.”

Rucci mengajak Melli terbang menuju rumah Bu Retia mengantar teko, lalu menuju rumah Bu Renny mengambil baju Nenek Amara.

Kedua peri itu melanjutkan perjalanan. Hari semakin siang. Mereka mempercepat terbang menuju hutan. Di jalan menanjak, mereka bertemu Peri Sendi. Ia menangis tersedu-sedu. Di sampingnya terbaring Dudu, burung layang miliknya. Peri Rucci dan Peri Melli segera menghampiri Peri Sendi.

“Kenapa kamu menangis Sendi?” tanya Rucci.

“Tadi aku terlalu berani terbang bersama Dudu menerobos semak. Sayap Dudu terkena ranting dan luka. Aku harus segera ke rumah Bu Welly untuk mengobati sayap Dudu.”

“Ah, kasihan sekali. Kami akan mengantarmu ke rumah Bu Welly, Sendi,” kata Rucci.

“Rucci, kita harus bergegas ke hutan mencari buah Cerri,” bisik Peri Melli ke telinga Peri Rucci.

“Tapi kita harus membantu Sendi, Melli,” Peri Rucci sedikit mengacuhkan ucapan melli. Melli tampak sebal.

Peri Rucci dan Peri Melli mengantar Peri Sendi ke rumah Bu Welly. Setelah itu mereka terbang menuju hutan.

“Ya ampun, Rucci. Kenapa kamu mau membantu semua peri” Akhirnya Melli tidak tahan untuk tidak protes pada Rucci.

“Memangnya kenapa? Bukankah menolong itu bagus?”

“Iya sih, tapi kita akan kehabisan waktu. Bisa-bisa kita bermalam di hutan.”

Peri Rucci ingin menjelaskan sesuatu, tapi Peri Melli terlihat sudah marah. Ia terbang cepat meninggalkan Peri Rucci

Peri Rucci dan Peri Melli sampai di hutan saat hari menjelang sore. Tentu saja, mereka tidak punya cukup waktu untuk mencari cerri lebih banyak.

“Uh, hanya sedikit ceri yang kita dapat,” keluh Peri Melli.

“Maafkan aku ya, Melli.”

“Iya, ini salahmu. Coba kamu tidak mengantarkan barang-barang peri lain. Kita tidak akan kemalaman di jalan.”

Rucci diam saja. Ini memang salahnya. Mereka bergegas pulang, karena matahari hampir tenggelam.

“Hei kalian mau pulang,” sapa Peri Sendi. Rupanya sayap Dudu sudah sembuh.

“Iya, Sendi,” jawab Rucci.

“Ayo naik, kalian akan aku antar sampai rumah,” ajak Sendi

“Tapi, kami harus ke rumah Nenek Amara mengantar jahitan baju.”

“Tidak apa-apa, tadi kalian sudah menolongku.”

Peri Rucci dan Peri Melli segera duduk di punggung Dudu Sebentar saja mereka sudah sampai di rumah Nenek Amara. Nenek Amara dengan senang hati menyambut mereka.

“Ayo, Masuk. Nenek sedang memanggang bolu cokelat,” ajak Nenek Amara sambil membuka pintu lebar.

Peri Rucci dan Peri Melli masuk. Aroma kue langsung tersium. Harum sekali. Peri Rucci dan Peri Melli langsung merasa lapar.

“Terima kasih kalian mengantar jahitanku. Ini bolu panggang cokelat untuk kalian,”

“Wah, benarkah? Terima kasih, Nek!”

Mereka lalu melanjutkan perjalanan. Saat melewati rumah Bu Cella, mereka berhenti.

“Hei, tunggu. Saya mau mengucapkan terima kasih. Saya tidak perlu terbang jauh.”

“Sama-sama, Bu Cella.”

“Ini saya beri sekeranjang ceri Kemarin saya memetik Ceri sangat banyak.”

“Wah, ini untuk kami. Terima kasih Bu Cella,” kata Rucci.

“Wah, kamu sudah mempunyai cerri dan roti panggang. Sungguh beruntung,” kata  Peri Melli sesampai di rumah. “Kita juga tidak lelah karena diantar Dudu.”

“Kamu tidak usah khawatir. Aku akan membagi padamu kok,”

Melli tersipu malu. Kini ia tahu, indahnya berbagi.


Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates: