} Majid si Dokter Kecil - Rumah Kurcaci Pos

Majid si Dokter Kecil

          Hari ini Majid sangat senang. Ia akan bertugas sebagai dokter kecil di kelasnya, bersama Mariana. Setiap hari, Majid dan teman-temannya bergantian bertugas menjadi dokter kecil.

Majid melangkah dengan semangat. Sesekali Majid bersiul. Ia tampak gagah sekali. Seragam putih, dengan kotak obat kecil terselempang di dadanya. Tas sekolah yang digendongnya, tampak berguncang-guncang. Tanpa terasa, Majid sudah sampai di sekolah.

Desain Canva

“Wah, kamu keren sekali pakai baju dokter kecil, Jid!” puji Mariana saat Majid masuk ke kelas.

“Iya, Ana! Kamu juga keren,” balas Majid

“Apanya yang keren? Biasa saja kok,” ucap Fian tiba-tiba. “Kalau giliranku, aku pasti lebih keren.”

Majid menatap Fian. Murid kelas 5 SD Negeri Gunung Sari Makassar tahu, kalau Fian masih kesal padanya. Kemarin, Majid menolak, saat Fian hendak meminjam PR matematikanya.

“Bajumu juga kebesaran, Jid,” ucap Fian lagi. Majid juga tahu. Kebetulan Mamanya sengaja membelikan ukuran baju yang lebih besar, biar lebih lama dipakai.

Lama-lama Majid jengkel juga. Majid hendak membalas, tapi bel tanda masuk sudah berbunyi.

Sampai menjelang pulang, ternyata tidak ada teman-teman yang membutuhkan bantuan Majid dan Mariana. Padahal Majid berharap, ia bisa membantu temannya. Fian kembali mengejek Majid.

“Hehehe.. kamu buka saja baju dokter kecilmu, Jid. Tidak ada yang butuh bantuanmu

Majid diam saja, ia malas mengubris Fian. Teman sekelasnya itu, memang sudah terkenal sudah usil pada temannya.

Tengteng.. akhirnya bel pulang berbunyi. Majid bergegas membereskan buku-bukunya. Ia dan Mariana pulang bersama. Kebetulan Mariana itu sepupu Majid. Rumah mereka pun berdekatan.

“Saya duluan ya, Pak dokter kecil,” Fian melewati Majid dan Mariana. Ia tertawa terbahak sambil mengayuh sepedanya cepat-cepat.

Bruk.. tiba-tiba Fian terjatuh dari sepedanya. Sepertinya sepeda Fian tersandung sebuah batu di tengah jalan.

“Kita tolong yuk, Jid!” ajak Mariana.

“Ah, tidak usah. Dia kan, tadi terus mengejekku.”

“Nah, itu, seorang dokter tidak boleh pilih-pilih menolong mengobati orang.” Mariana menarik tangan Majid. Mereka bergegas menghampir Fian yang mengaduh. Tampak lutut Fian berdarah.

Majid segera membuka kotak obatnya. Pertama ia membersihkan luka Fian dengan alkohol. Fian mengaduh kesakitan. Setelah itu, Majid memberikan obat merah.

“Terima kasih ya, teman-teman,” Fian berusaha berdiri. “Aduh sepertinya kakiku terkilir.”

“Mariana, kamu menuntun sepeda Fian, biar aku yang menuntun Fian,” ucap Fian.

“Tapi nanti kalian jalan memutar. Kan rumah kita berlawanan arah dengan rumahku,” tukas Fian.

“Tidak apa-apa, Fian. Masa kami tega padamu,” jawab Mariana.

Majid lalu menuntun Fian, sementara Mariana menuntun sepeda Fian.

“Jid, maafkan aku, ya! Kamu dokter kecil yang hebat,” kata Fian.

Majid tersenyum. “Aku sudah memaafkanmu kok, Fian!”

 Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates:

2 Responses to "Majid si Dokter Kecil "

  1. Rasanya kayak baca cerpen pas zaman masih baca Majalah Bobo. Ceritanya ringan, seperti Majid si dokter cilik, tapi banyak pelajaran yang bisa diambil

    ReplyDelete
  2. Majid dan Fian bisa jadi contoh anak-anak dalam beraktivitas setiap hari
    Memberi maaf khususnya
    Memaafkan sejatinya membuat hati plong

    ReplyDelete

Terima kasih sudah berkunjung ke Rumah Kurcaci Pos. Tidak diperkenankan menggunakan konten di blog ini, tanpa seizin Kurcaci Pos. Terima kasih.