} Hadiah yang Menyenangkan - Rumah Kurcaci Pos

Hadiah yang Menyenangkan

Menjelang pukul sebelas siang, pekerjaan Lisnu dan Aji selesai. Sudah seminggu mereka membantu Kak Seno mengumpulkan telur bebek di peternakan. Telur-telur bebek itu, sebagian ditetaskan kembali, sebagian dibuat telur asin.

Dimuat di majalah Bobo


“Seperti janji saya, kalian akan mendapat hadiah,”  Kak Seno menghampiri Lisnu dan Aji yang baru selesai mencuci tangan. “Tunggu sebentar, ya!”

Aji tersenyum senang. Dia berhasil membantu Kak Seno selama seminggu. Sedangkan Lisnu hanya 6 hari. Tentu saja hadiah yang diterima Aji, akan lebih bagus dibandingkan hadiah Lisnu nanti.

Tidak berapa lama, Kak Seno sudah muncul sambil membawa dua kresek. Kak Seno menyerahkan masing-masing satu kresek kepada Aji dan Lisnu.

“Nanti kalau Kakak butuh, minta bantuan kalian lagi, ya!”

“Baik, Kak!” jawab Aji dan Lisnu hampir serempak.

Mereka lalu pulang bersama. Di perjalanan, Aji memutuskan membuka hadiahnya. Ternyata isinya kaos bola. Warnanya merah hati dan bergaris-garis biru. Aji senang sekali. sudah lama ia menginginkan kaos bola. Aji lalu membungkus rapi kembali hadiahnya.

“Hadiahmu tidak dibuka, Nu?” tanya Aji penasaran.

Lisnu menggeleng. Ia yakin, hadiahnya pasti lebih murah dari hadiah Aji. Lisnu sedikit menyesal. Hari kamis, ia tidak bisa membantu Kak Seno. Sepulang sekolah, Lisnu tergoda bermain hujan. Akhirnya ia demam, bahkan tidak masuk sekolah.

“Kenapa diam saja? Kamu tidak ingin hadiahnya, ya? sudah, buatku saja” goda Aji.

“Eh.. jangan! Enak saja” jawab Lisnu pura-pura sewot. Namun sebenarnya, Lisnu sangat ingin hadiahnya kaos bola juga.

Meong..meong.. Saat melewati jembatan kayu di atas kali, Lisnu dan Aji mendengar suara kucing. Buru-buru mereka menengok ke bawah. Ternyata ada seekor anak kucing yang nyaris terseret arus kali. Untung saja, anak kucing itu tersangkut ranting pohon di tepi sungai.

“Kita tolong yuk, Nu!” ajak Aji.

“Kamu saja, ya! Aku masih trauma kejadian dulu,” Lisnu tersenyum masam.

Aji mengangguk maklum. Tiga bulan lalu, Lisnu pernah terbawa arus saat berenang di kali. Untung saja Pak Jaya kebetulan lewat. Beliau segera menolong Lisnu.

“Nu, tolong pegangkan hadiahku!” Aji menyerahkan kantong kresek hadiahnya. Aji lalu berlari turun ke bawah jembatan. Lisnu memperhatikan dari atas jembatan kayu. Akhirnya, Aji berhasil menolong anak kucing itu.

“Yuk, pulang. Aku sudah lapar,” Lisnu salah salah satu kantong kresek. Lisnu mengangguk.

Mereka berpisah di perempatan jalan. Aji berbelok ke kanan, sedangkan Lismu berjalan lurus.

“Wah, dapat hadiah, nih!” sambut Raka, kakak Lisnu. Raka memang tahu, kalau Lisnu membantu Kak Seno. “Hadiahnya apa, Nu?”

Lisnu menghempaskan tubuhnya di kursi ruang tamu. “Tidak tahu, Kak! Tapi Aji dapat kaos bola keren,” Lisnu meletakkan hadiahnya di meja.

“Dapat hadiah kok dicuekin. Biar aku yang buka saja,” tanpa menunggu persetujuan Lisnu, Raka langsung membuka bungkusan itu. “Eh, hadiahnya kaos bola kok.”

Lisnu segera menoleh. “Kaos Bola?”

Raka mengacung-acungkan koas bola berwarna merah hati bergaris-garis biru itu.
“Buatku saja,” goda Raka. “Kamu kan tadi nggak mau.”

“Eh, jangan Kak! Itu punya Aji,” jawab Lisnu. “Pasti hadiah kami tertukar.”

 Ia segera menceritakan kejadian di jembatan itu. Raka mengangguk mengerti.

“Ya, sudah kamu kembalikan saja ke Aji!”

Lisnu bergegas menuju garasi. Ia segera mengeluarkan sepedanya. Secepatnya, ia mengayuh sepeda menuju rumah Aji.

“Tertukar?” Aji terheran-heran di depan pintu rumahnya. “Tidak kok. Hadiahku kaos bola juga.”

“Masa, sih?” tanya Lisnu tidak percaya.

Aji lalu berlari masuk ke rumah. Sebentar kemudian, dia sudah kembali membawa baju kaos bola yang sama.

“Berarti Kak Seno memberi kita hadiah yang sama. Tapi kan, aku Cuma membantu kak Seno 6 hari. Bagaimana, ya?”

“Sudahlah,  tidak usah dikembalikan. Anggap saja itu rezekimu.”

Lisnu terkekeh.” Benar juga, ya!”

Lisnu lalu bergegas pulang. Ia senang sekali. Akhirnya ia mendapat hadiah koas bola juga. Namun saat di jalan, Lisnu tiba-tiba berhenti. Perasaan tidak enak menyergap hatinya.

Kalau aku tidak mengatakan pada kak Seno, aku tidak jujur. Bagaimana kalau nantinya Kak seno tahu. Mungkin saja, Kak Seno salah memberi hadiah, pikir Lisnu.
Lisnu langsung memutar balik sepedanya menuju rumah kak Seno. Hari telah sore. Tampak kak Seno hendak mengembok kandang bebek.

“Eh, Lisnu. Ada apa, Nu?

Lisnu segera menceritakan. Kak Seno mengangguk mengerti.

“Oh, hadiah itu tidak salah kok, Nu. Kak seno memang memberimu hadiah koas bola juga.”

“Tapi aku membantu cuma 6 hari, Kak,” tukas Lisnu. “Seharusnya hadiahku tidak sama dengan hadiah Aji.”

“Tidak apa-apa. Kakak senang kamu Rajin membantu! Semoga kamu senang dengan hadiah kaos bola itu.”

“Tentu saja senang, Kak!” Lisnu tersenyum lebar. Kini hatinya sudah lega.


Bambang Irwanto

Subscribe to receive free email updates: