} Juara Sesungguhnya - Rumah Kurcaci Pos

Juara Sesungguhnya

Dimuat di majalah Bobo

Juara Sesungguhnya
Oleh: Agnes Dessyana

            “Nek, ajarkan kami memasak,” pinta Fluffy kelinci dengan mata bulat berbinar-binar. Floppy, saudaranya, mengangguk di sebelahnya.
            Nenek Fifi menghampiri kedua cucunya dan bertanya lembut. “Apa yang ingin kalian masak?”
            “Kue Wortel!” Kedua anak kelinci berseru dengan semangat.
            “Kue wortel nenek adalah yang paling enak," ucap Fluffy sambil melompat gembira.
            “Kami yakin kue itu akan jadi pemenang lomba.” Floppy menambahkan dengan tidak kalah semangatnya.
            Nenek Fifi mengangguk mengerti. “Ah, lomba masak Pekan Raya Rimba."
            Kedua anak kelinci itu mengangguk sambil melompat kegirangan. Nenek Fifi tertawa melihat semangat keduanya.
            “Baiklah, Nenek akan mengajarkan kalian memasak, tapi dengan satu syarat.”
            “Syarat?” Fluffy berhenti melompat.
            Floppy ikut berhenti. “Syarat apa?”
            Nenek Fifi tersenyum. “Kalian harus tetap semangat untuk belajar.”
            Fluffy dan Floppy tertunduk. Mereka terkenal dengan sebutan ‘si kembar pemalas’. Mereka tidak pernah selesai melakukan sesuatu dan selalu berhenti di tengah jalan. Maka, Nenek Fifi mengajukan syarat tersebut. Ingin tahu seberapa besar semangat kedua cucunya untuk memenangkan lomba.
            “Oke,” sahut Fluffy. “Aku setuju.”
            “Aku juga,” timpal Floppy. “Seberapa susah sih membuat kue? Kami pasti bisa.”
            "Nenek akan ajarkan kalian untuk membuat kue wortel."
            “Hore!” seru keduanya dan memeluk Nenek Fifi.
            Sejak itu, Fluffy dan Floppy selalu datang ke rumah nenek. Mereka belajar memilih wortel terbaik, mengolah tepung, memecahkan telur, menakar gula, dan memanggang kue.
“Argh, kuenya gosong,” ucap Fluffy sedih sambil meratapi kuenya yang berwarna hitam.
“Tidak apa, kita bisa ulang lagi dari awal.”
Keesokan harinya, giliran Floppy yang mengalami kegagalan.
“Nek, kuenya tidak mengembang.”
Sekali lagi, Nenek Fifi hanya tersenyum dan menghibur cucunya.
Begitu seterusnya, selama seminggu mereka belajar masak bersama Nenek Fifi. Selalu saja ada kegagalan, seperti kurang manis, gosong, ataupun keras. Ada saat dimana kedua kelinci itu lelah dan hilang semangat tapi janji mereka pada nenek membuat mereka berusaha untuk tetap memasak.
            Berhari-hari mereka belajar untuk menyempurnakan kue wortel tersebut. Hingga akhirnya, mereka pun berhasil membuat kue wortel yang rasa dan bentuknya sama persis dengan buatan nenek.
            “Enak sekali,” sorak kedua anak kelinci itu dengan riang ketika mencicipi kue wortel buatan mereka.
            Nenek Fifi tersenyum. “Kalian siap ikut lomba?”
            “Tentu saja.” Fluffy menjawab dengan yakin.
            Floppy menambahkan sambil menjilati sendok yang dipegangnya. “Besok kami pasti menang. Kue wortel ini enak sekali.”
            Nenek Fifi kemudian memberikan resep kue wortel pada kedua cucunya. Mereka pun menerimanya dan kemudian pulang sambil membawa kue wortel buatan mereka.
            Keesokan harinya, kedua kelinci itu bangun pagi. Mereka membawa gula, wortel terbesar dan terbaik, tepung, telur, dan tidak lupa memasukkan resepnya ke dalam keranjang. Fluffy dan Floppy membawa semua bahan itu dengan hati-hati.
            Dalam perjalanan menuju Pekan Raya Rimba, langkah kedua anak kelinci itu terhenti. Mereka melihat Ibu Beruang sedang kebingungan.
            “Ada apa, Bu Beruang?” tanya Fluffy.
            “Aku kehabisan telur untuk membuat telur dadar kesukaan putraku. Padahal putraku akan segera bangun.”
            Fluffy dan Floppy berbisik-bisik. Akhirnya mereka pun menyerahkan dua butir telur milik mereka. Ibu Beruang langsung memeluk mereka dan mengucapkan terima kasih. Kedua anak kelinci itu pun melanjutkan perjalanan mereka.
            Mereka sudah dapat melihat spanduk lomba ketika tiba-tiba sebuah kantong tepung jatuh di atas kepala Floppy.
            “Kalian tidak apa?” tanya Ibu Elang yang mendarat turun di depan mereka.
            Fluffy dan Floppy mengangguk. Ibu Elang bernapas lega.
            Ibu Elang menatap sedih kantong tepungnya yang telah jatuh. “Bagaimana ini? Tanpa tepung, aku tidak mungkin bisa ikut lomba.”
            Fluffy dan Floppy kembali berbisik. Mereka pun mengangguk bersamaan. Fluffy memberikan sebagian tepung mereka pada Ibu Elang.
            “Benarkah tidak apa? Bukankah kalian juga akan ikut lomba?” tanya Ibu Elang sambil menunjuk ke arah keranjang bawaan mereka.
            “Tidak apa Bu Elang,” jawab Fluffy.
            “Ini cukup untuk kue buatan kami,” timpal Floppy.
            Ibu Elang pun memeluk mereka dan berterima kasih. Ketiganya lalu berjalan beriringan menuju ke tempat lomba.
            Setelah mendaftarkan diri, mereka pun menuju meja untuk mempersiapkan diri. Ketika lomba dimulai, Fluffy dan Floppy mulai memasak seperti yang diajarkan Nenek Kelinci. Mereka memerlukan beberapa tambahan waktu untuk mengukur ulang takaran resep, karena kekurangan tepung dan telur. Tapi, akhirnya mereka pun berhasil membuat kue wortel.
            Dewan juri kemudian berunding setelah mencicipi semua masakan peserta. Fluffy dan Floppy menunggu dengan hati berdebar. Tapi, ternyata pemenangnya adalah Ibu Elang dan kue apelnya. Melihat itu, kedua anak kelinci tersebut tertunduk sedih. Mereka sudah berjuang keras dan melakukan yang terbaik. Fluffy dan Floppy baru saja akan berjalan pergi ketika tiba-tiba Ibu Elang datang menghampiri keduanya.
            “Ini semua berkat kalian. Terima kasih,” ucap Ibu Elang dan kemudian menyerahkan pita pemenang lomba pada mereka. “Kalian lah juara yang sesungguhnya.”
            Para penonton bertepuk tangan dan bersorak riang. Nenek Fifi yang datang pun tersenyum bangga. Meski kedua cucunya tidak menang. Mereka telah memenangkan hal lain. Mereka mendapat pengakuan dari para penghuni hutan rimba bahwa mereka bukanlah lagi anak kelinci yang malas.


Subscribe to receive free email updates: