Dimuat di Majalah Bobo (dok. Jojo P) |
Sup
Jamur Pedas Kurcaci Pepito
Jojo
Prameisti
Di Desa Titania,
para kurcaci dan peri sedang menyiapkan diri untuk Malam Pertunjukkan Bakat
yang akan diadakan dua minggu lagi. Pepito kurcaci bingung, dia tidak tahu
harus menampilkan bakat apa. Pepito lalu pergi ke rumah teman-temannya yang
sibuk latihan untuk acara itu. Pepito pergi ke rumah Lilian peri yang pintar
menari.
“Tangan dan
kakimu harus gemulai. Badanmu juga harus tegak. Menarilah mengikuti alunan
musik,” Lilian mengajari Pepito dengan sabar. “Kau juga harus pakai baju yang
menarik waktu menari, jadi penonton akan suka saat melihatmu menari,” Lilian
menambahkan.
“Aaahh, susah
sekali. Aku nggak bisa menari. Banyak aturan dan gerakan yang harus dihapal,“ keluh Pepito. Pepito
menyerah lalu pergi ke rumah Toro kurcaci.
Rumah Toro
kurcaci berantakan. Penuh dengan cat, kuas lukis, dan kanvas.
“Aku sedang
melukis rumah jamur, kau mau ikut?” tanya Toro. Pepito mencoba melukis. Dia
mencampur semua warna dan menggambar sesukanya.
“Jangan seperti
itu,” kata Toro saat melihat lukisan Pepito yang tak beraturan. “Kau harus bisa
memadukan warna. Ikuti imajinasimu,” nasihat
Toro. Toro lalu memberikan contoh lukisan-lukisannya yang indah kepada Pepito. Baru
sebentar melukis, Pepito sudah mulai bosan. Pepito lalu pergi ke rumah Nancy
peri yang pintar menyanyi.
“Lalala…
trilili…,“ Nancy peri menyanyi dengan semangat. Suara Nancy merdu sekali. Nancy
mencoba menghapal
lirik lagu yang akan dia nyanyikan di acara Malam Pertunjukkan Bakat. Pepito
mendekat lalu ikut bernyanyi.
“Duh, suaramu
sumbang sekali,” keluh Nancy saat mendengar Pepito menyanyi. “Kamu seharusnya sering-sering
latihan dengan Charis peri, pasti nanti suaramu sebagus aku,” kata Nancy
bangga. Pepito kesal mendengar kata-kata Nancy. Dia lalu pergi dengan perasaan
sedih.
“Aduh,” suara
Melvi peri mengagetkan Pepito.
“Maaf. Aku nggak
sengaja menabrakmu.” Pepito langsung mengambil tas Melvi yang jatuh.
“Tadi kamu jalan
sambil melamun ya?” tanya Melvi.
“Ehm, iya.”
Pepito menunduk sedih.
“Kamu kenapa?
Kamu sakit? Atau ada masalah? Ayo, cerita aja.” desak Melvi. Pepito lalu
bercerita tentang teman-temannya yang sibuk berlatih untuk Malam Pertunjukkan
Bakat. Dia sedih karena tidak bisa menari, melukis, atau pun menyanyi seperti
teman-temannya.
“Setiap peri dan
kurcaci itu diberi satu kemampuan atau bakat. Kamu pasti punya. Kamu saja yang
belum menyadarinya. Coba diingat-ingat, bakat apa yang kamu punya.”
Pepito pulang ke
rumah dan terus memikirkan kata-kata Melvi.
Keesokan
harinya, Pepito buru-buru ke Pondok Makan Jamur.
“Pepito! Sup
Jamur Pedas 2 porsi untuk meja 7. Brokoli keju untuk meja 2. Sup Jamur Pedas
dan Keripik Jamur untuk meja 5 ya!” teriak Lilo kurcaci yang menjaga di meja
kasir.
Hari sabtu
adalah hari tersibuk di Pondok Makan Jamur. Banyak pelanggan datang untuk
memesan Sup Jamur Pedas buatan Pepito. Pepito bekerja sebagai koki di Pondok
Makan Jamur milik Ayahnya itu.
“Pepito! Aku
suka sup jamurmu. Rasanya beda seperti yang dijual di rumah-rumah makan. Aku
rasa ini sup jamur paling enak di Desa Titania. Kamu harus ajari aku cara
membuatnya,” kata Benito kurcaci, teman Pepito yang menjadi pelanggan setia
Pondok Makan Jamur.
“Hahaha… Enak
ya? Syukurlah kalau kamu suka,” kata Pepito.
“Pepito! Ada
pesanan lagi. Sup Jamur Pedas untuk meja 4. Sate jamur untuk meja 8, dan Sup
Jamur Pedas 2 porsi untuk dibawa pulang ya!” kata Lilo.
Pepito kembali
sibuk di dapur dan memasak Sup Jamur Pedas untuk pelanggan-pelanggannya.
Pukul
sepuluh malam, Pondok Makan Jamur tutup. Akhirnya Pepito bisa beristirahat
setelah seharian masak di dapur. Saat menaruh barang-barangnya di meja, dia
melihat brosur Malam Pertunjukkan Bakat . “Aduh, dua hari lagi acaranya, dan
aku belum tahu bakatku apa.”
Pepito pergi ke
rumah Melvi untuk mengantarkan Sup Jamur Pedas pesanan Ibunya.
“Melvi, ini sup
jamur pesanan ibumu.”
Melvi langsung
mengambilnya dan menuangkannya ke mangkuk.
“Kamu tahu,
ibuku suka sekali sup jamur pedas buatanmu. Katanya sup jamurmu enak sekali.
Kamu memang pintar memasak!” kata Melvi memuji.
“Ehm, tapi itu
bukan bakat,” kata Pepito sedih.
“Kata siapa itu
bukan bakat. Semua orang mungkin bisa memasak, tapi nggak semua pintar memasak
sepertimu. Contohnya aku. Aku bisa masak sup jamur, tapi nggak selezat
buatanmu. Kamu berbakat, Pepito!”
“Jadi, bakatku
memasak?” tanya Pepito.
“Nah, akhirnya
kamu menyadarinya, kan.”
Pepito tersenyum
senang. Mungkin dia tidak pintar menari seperti Lilian peri, tidak pintar
melukis seperti Toro kurcaci, atau pintar menyanyi seperti Nancy, tapi dia bisa
memasak Sup Jamur Pedas terenak di Desa Titania.