} Cerita Anak - Toko Pak Allan - Rumah Kurcaci Pos

Cerita Anak - Toko Pak Allan

Cerita Anak - Toko Pak Allan - Pak Allan mempunyai sebuah toko serba ada. Toko itu dibangun Pak Allan dari hasil kerja keras bertahun-tahun. Dulu Pak Allan hanya menjajakan dagangan dengan berkeliling kampung. Berkat keuletan dan kerja keras, Pak Allan bisa mendirikan toko serba ada itu.

Dimuat di Majalah Bobo

Tahun lalu, Pak Allan memutuskan tidak menjaga toko serba adanya lagi. Ia memperkerjakan tiga orang karyawan. Satu laki-laki dan dua perempuan. Pak Allan ingin menikmati masa tuanya dengan tenang.

Namun akhir-akhir ini Pak Allan gelisah. Ia mendapat laporan, kalau pemasukan toko sedikit. Tentu saja Pak Allan heran. Maka pergilah Pak Allan menemui karyawannya di toko.

“Mungkin karena di ujung jalan kota ada toko serba ada baru, Pak,” jawab Edgard karyawan Pak Allan.

“Ah, itu tidak masalah. Di pasar banyak pedagang. Tetapi tetap saja ada pembeli, karena Tuhan sudah memberikan rezeki masing-masing,” jawab Pak Allan.

Akan tetapi, kian hari pemasukan toko serba ada Pak Allan semakin berkurang. Bahkan kabarnya, sebagian pelanggan Pak Allan pindah ke toko Serba ada yang baru itu.

“Mungkin barang mereka lebih lengkap, pak,” kali ini Susan yang memberi alasan.

Maka Pak Allan mengangguk setuju. Pak Allan segera mencukupi semua isi tokonya. Kini toko pak Allan semakin lengkap. Namun pembeli tetap sepi.

“Mungkin barang-barang di toko itu lebih  murah, Pak,” kata Neira karyawan toko Pak Allan yang lain.

Pak Allan mengangguk setuju. Maka Pak Allan menurunkan harga barangnya. Bahkan untuk menarik pembeli berbelanja lagi, Pak Allan memberi diskon sebagian harga barangnya. Tapi pembeli tetap saja sepi.

“Pak, bagaimana kalau kita membuat iklan toko ini. Agar orang tahu keberadaan toko kita,” usul Edgard.

Pak Allan berpikir sejenak. Mungkin betul juga kata Edgard.

Maka Pak Allan segera membuat spanduk yang besar dan memasangnya di pinggir jalan raya. Pak Allan juga mencetak iklan kertas dan membagi-bagikan pada setiap orang yang melintas di depan tokonya. Namun, toko Pak Allan tetap sepi.

Kalau begini, aku bisa bangkrut, karena modal usaha tidak berputar, pikir Pak Allan sedih. Apa yang harus aku lakukan?

Tiba-tiba Pak Allan mendapat ide. Ia akan menyamar sebagai pembeli di tokonya sendiri. Pak Allan sengaja berpakaian biasa, agar tidak dikenali pegawainya.

Hari itu, Pak Allan melaksanakan rencananya. Pak Allan memasuki tokonya yang tampak sepi itu.

“Permisi,” sapa Pak Allan.

Tidak ada jawaban. Ke mana pelayan tokoku? tanya Pak Allan dalam hati.

“Permisi,” Pak Allan mengulagi lagi ucapannya.

“Ya, ada apa, Pak?” tanya Edgard acuh tak acuh.

“Oh, saya mau membeli korek api. Apa ada?” tanya Pak Allan.

Edgard mendengus.”Ehm, saya kira mau beli apa. Korek api habis, Pak,” jawab Edgard kesal.

Pak Allan menghela napas. Pak Allan tahu, kalau korek api masih tersedia banyak di lemari kecil di sudut toko.

“Kalau peniti ada?” tanya Pak Allan lagi.

“Tidak ada, Pak. Di toko ini tidak menjual barang-barang seperti itu,” tukas Edgard mulai kasar.

Pak Allan berusaha menahan marahnya. Jadi begini caranya hasan melayani pembeli.. Pak Allan bertambah kesal, saat melihat Susan dan Neira mengobrol di sudut toko.

Pak Allan lalu pergi ke toko di ujung kota. Pengunjung toko sangat ramai. Seseorang langsung menghampiri Pak Allan.

“Ada yang bisa saya bantu, Pak?” tanya orang itu ramah.

“Saya hanya ingin membeli peniti dan korek api,” kata Pak Allan.

 “Oh, tidak apa-apa, Pak. Saya siap mebantu Bapak. Tunggu sebentar ya, Pak. Saya ambilkan dulu!"

Dengan cekatan, karyawan toko itu melayani Pak Allan. Sebentar saja korek api dan peniti sudah ada di tangan Pak Allan.

“Terima kasih, Pak!” ucap karyawan toko itu sebelum Pak Allan pergi.

Kini Pak Allan tahu kenapa toko ini ramai, karena pelayannya sangat ramah.  Sangat berbeda dengan karyawan toko serba ada miliknya. Pak Allan segera kembali ke tokonya.

“Bapak mau apa lagi? Sudah saya bilang peniti dan korek api tidak ada,” sambut Edgard.

Pak Allan segera membuka penyamarannya. Edgard, Susan dan Neira sangat terkejut.    Mereka segera meminta maaf pada Pak Allan.

“Toko ini saya bangun dengan kerja keras. Saya sangat menghormati pembeli. Karena pembeli adalah raja. Dari mereka, saya mendapat rejeki."

 “Maafkan kami, Pak,” ucap Edgard, Susan, dan Neira.

“Baiklah, saya memaafkan kalian. Tapi kalian janji mengubah sikap kalian,” kata Pak Allan.

Sejak itu, toko Pak Allan ramai kembali. Edgard, Susan dan Neira melayani setiap pembeli dengan ramah. Pak Allan sangat gembira.

Bambang Irwanto


Subscribe to receive free email updates: